Alkisah, di puncak sebuah marcusuar, tampak lampu marcusuar yang gagah dengan sinarnya menerangi kegelapan malam. Lampu itu menjadi tumpuan perahu para nelayan mencari arah dan petunjuk menuju pulang.
Dari kejauhan, pada sebuah jendela kecil di rumah penjaga marcusuar, sebuah lampu minyak setiap malam melihat dengan perasaan iri ke arah marcusuar. Dia mengeluhkan kondisinya, “Aku hanyalah sebuah lampu minyak yang berada di dalam rumah yang kecil, gelap dan pengap. Sungguh menyedihkan, memalukan dan tidak terhormat. Sedangkan lampu marcusuar diatas sana tampak begitu hebat, terang dan perkasa. Ah… Seandainya aku berada didekat marcusuar itu pasti hidupku akan lebih berarti, karena akan banyak orang yang melihat kepadaku dan aku pun bisa membantu kapal para nelayan menemukan arah untuk membawanya pulang ke rumah mereka dan keluarganya.”
Suatu ketika, disuatu malam yang pekat, patugas marcusuar membawa lampu minyak untuk menerangi jalan menuju marcusuar. Setibanya disana, penjaga itu meletakkan lampu minyak didekat lampu marcusuar. Si lampu minyak senang sekali. Impiannya menjadi kenyataan. Akhirnya dia bisa bersanding dengan marcusuar yang gagah. Tetapi, kegembiraanya hanya sesaat. Karena perbandingan cahaya yang tidak seimbang, maka tidak seorangpun yang melihat atau memperhatikan lampu minyak. Bahkan, dari kejauhan si lampu minyak hampir tidak tampak sama sekali karena begitu lemah dan kecil.
Saat itu, lampu itu menyadari satu hal. Ia tahu bahwa untuk menjadikan dirinya sendiri berarti, dia harus berada ditempat yang tepat, yakni di dalam sebuah kamar. Entah seberapa kotor, kecil dan pengapnya kamar itu, tapi disanalah ia lebih bermanfaat. Sebab, meski nyalanya tak sebesar marcusuar, lampu kecil itu juga bisa memancarkan sinarnya menerangi kegelapan untuk orang lain. Lampu kini tahu, sifat iri hati karena selalu membandingkan diri dengan yang lain justru membuat dirinya tidak bahagia dan memiliki arti.
Seringkali kita tidak percaya dengan diri kita sendiri. Kita membandingkan diri kita dengan orang lain, dan merasa orang lain lebih kaya, lebih pintar, lebih tampan/cantik dari kita dan sebagainya. Dan kita sering membuang-buang waktu kita untuk berkhayal seandainya kita menjadi seperti orang lain. Padahal dengan menjadi orang lain, dengan berada pada posisi orang lain dan segala kekayaan atau kecerdasan atau segala bakat yang sama seperi yang dimiliki orang lain, belum tentu kita bisa berkembang atau memperoleh kebahagiaan seperti yang dimiliki orang lain, belum tentu kita bisa berkembang atau memperoleh kebahagiaan seperti yang kita harapkan. Karena semua orang memiliki porsi dan perannya masing-masing. Lebih baik anda fokus pada apa yang anda miliki dan kembangkan segala potensi yang ada.
1 komentar:
hmm..br tebaco posting yg ini.
good job. i like it (ryanti::mode on)
Posting Komentar